ASUHAN BERSALIN KALA III
Kala III merupakan tahap
ketiga persalinan yang berlangsung sejak bayi lahir sampai plasenta lahir. Persalinan kala tiga dimulai
setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
2.1 Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala III adalah upaya
mengurangi kehilangan darah saat pengeluaran plasenta seperti yang
terjadi pada penanganan fisiologis (menunggu plasenta lahir secara alamiah )
dengan cara segera memberikan oksitosin 10 IU segera setelah bayi lahir dan
melakukan traksi terkendali pada tali pusat agar plasenta segera di inisiasi.
Tujuan manajemen aktif kala III adalah
untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat
mempersingkat waktu , mencegah perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologi. Hati-hati :
ü Dugaan kehamilan ganda.
ü Riwayat retensio plasenta.
ü Hipotonia uteri plasenta (inversio uteri)
Sebagian besar disebabkan oleh atonia
uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
manajemen aktif kala III.
C.
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif Kala
III
Ø Persalinan kala III lebih singkat.
Ø Mengurangi jumlah kehilangan darah.
Ø Mengurangi kejadian retensio plasenta.
D.
Langkah-langkah Manajemen Aktif Kala III
1)
Pemberian
suntikan oksitosin
J Serahkan bayi yang telah terbungkus kain
pada ibu untuk diberi ASI.
J Letekkan kain bersih di atas perut ibu,
untuk mencegah kontaminasi dengan penolong persalinan yang sudah memakai sarung
tangan dan mencegah kontaminasi oleh darah pada perut ibu.
J Periksa uterus untuk memastikan tidak ada
bayi yang lain (undiagnosed twin). Karena oksitosin menyebabkan uterus
berkontraksi yang akan menurunkan pasokan oksigen kepada bayi. Hati-hati jangan
menekan kuat pada korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan
menyulitkan pengeluaran plasenta.
J Beri tahu ibu bahwa ia akan disuntik.
J Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi
lahir) suntukkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar
(aspektus lateralis). Alasannya oksitosin yang merangsang fundus uteri untuk
berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta
dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah
penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah.
Jika oksitosin
tidak tersedia, minta ibu melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu
untuk menyusui segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah.
2)
Penegangan
tali pusat terkendali
J
Berddiri
di samping ibu.
J
Pindahkan
klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pada tali pusat sekitar
5-20 cm dari vulva. Alasannya karena memegang tali pusat lebih dekat ke vulva
akan mencegah avulsi.
J
Letakkan
tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis
pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada
saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali
pusat dengan satu tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke
arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk
mencegah terjadinya inversio uteri.
J
Bila
plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua
atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat
terkendali.
J
Saat
mulai berkontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan
tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin
menjulur dan korpus uteri bergerak keatas yang menandakan plasenta telah lepas
dan dapat dilahirkan.
J
Jika
langkah diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun
setelah 30-40 detik dimulinya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda
yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
§
Pegang
klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika
perlu, pindahkan lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang.
Pertahankan kesabaran saat melahirkan plasenta.
§
Pada
saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan
tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secera serentak. Ikuti langkah-langkah
tersebut pada setiap kontraksi hingga teras plasenta terlepas dari dinding uterus.
J
Setelah
plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar
melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai
(mengikuti poros jalan lahir). Alasannya segera melepaskan plasenta yang telah terpisah
dari dinding uterus mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
J
Jangan melakukan penegangan tali pusat
tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah
uterus (diatas simpisis pubis).
J
Pada
saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat ketas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk
diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek; pegangkan
plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin menjadi satu.
J
Lakukan
penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
Alasannya melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu
mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
J Jika selaput ketuban robek dan tertinggal
di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan
serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem DTT atau steril
atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan : jika
plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis
kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk
memasukkan kateter nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan kandung kemih.
Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial. Nasehati
keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu
30 menit. Jika plasenta belum lahir dalam 30 menit segara rujuk.
Jika sebelum plasenta lahir kemudian
mendadak terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta manual. Jika
setelah manual terjadi perdarahan maka lakukan kompresi bimanual
internal/eksternal atau kompresi aorta. Beri oksitosin 10 IU dosis tambahan
atau misoprostal 600-1000 mcg per rektal. Tunggu hingga uterus berkontraksi dan
perdarahan berhenti, baru hentikan tindakan kompresi.
2.3 Fisiologi Persalinan Kala III
Ø Fundus yang berkontraksi kuat
Ø Perubahan bentuk uterus dari bentuk cakram menjadi
bentuk oval bulat,sewaktu plasenta bergerak ke arah segmen bagian bawah
Ø Darah berwarna gelap keluar dengan tiba-tiba dari
introitus
Ø Vagina (plasenta) penuh pada pemeriksaan vagina atau
rectum atau membran janin terlihat di introitus
J Identifikasi Pelepasan Plasenta
| Tanda-tanda lepasnya plasenta
{ Perubahan bentuk dan tinggi fundus ;
uterus berbentuk bulat (globular) dan tinggi fundus uteri turun hingga 2 jari
dibawah pusat.
{ Semburan darah tiba-tiba ; darah yang
terkumpul dibelakang plasenta keluar dan dibantu gaya gravitasi. Semburan darah
yang tiba-tiba menandakan bahwa darah yang terkumpul antara tempat, melekatnya
plasenta dan permukaan maternal plasenta, keluar melalui tepi plasenta yang
terlepas.
| Cara/jenis terlepasnya plasenta
{ Schulze : tidak didahului perdarahan,
plasenta terlepas pada bagian tengah.
{ Duncan : didahului/disertai perdarahan,
plasenta terlepas bagian pinggir.
| Cara mengetahui plasenta terlepas
Satu tangan di atas simfisis, satu tangan meregangkan tali pusat, jika
simfisis di dorong maka:
·
Jika
tali pusat masuk maka plasenta belum terlepas.
·
Jika
tali pusat tetap/semakin panjang, maka plasenta sudah terlepas.
Saat HIS rahim didorong sedikit dengan posisi tangan dorso kranial. Jika :
·
Tali
pusat kembali bearti plasenta belum lepas.
·
Tali
pusat diam/semakin panjang berarti plasenta sudah lepas.
Tangan kanan meregangkan tali pusat, tangan kiri mengetok fundus. Jika :
·
Tali
pusat bergetar, berarti plasenta belum lepas.
·
Jika
tali pusat tidak bergetar, berarti plasenta sudah lepas.
Tangan kiri memegang uterus pada SBR, tangan kanan meregangkan tali pusat.
Jika :
·
Tarikan
terasa berat, tali pusat memanjang berarti plasenta belum lepas.
·
Tarikan
terasa ringan, tali pusat memanjang berarti tali pusat sudah lepas.
Jika HIS pijat uterus seperti memeras jeruk, sehingga plasenta terlapas
dari dinding uterus. Gunakan empat jari pada dinding rahim belakang, ibu jari
di fundus depan tengah untuk memijit rahim dan mendorong sedikit kebawah.
J
Makanisme Pelepasan Plasenta
Penyebab
terpisahnya plasenta dari dinding uterus adalah kontraksi uterus (spontan atau
dengan stimulus) setelah kala dua selesai. Berat plasenta mempermudah
terlepasnya selaput ketuban, yang terkelupas dan dikeluarkan. Tempat perlekatan
plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode ekspulsi plasenta. Selaput
ketuban dikeluarkan dengan penonjolan bagian ibu atau bagian janin.
Pada kala III, otot uterus (miometrium)berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan
menjadi semkin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka pasenta akan
terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan
permukaan kavum uteri, tempat implantassi plasenta. Akibatnya, plasenta akan
lepas dari tempat implantasinya.
ü Lakukan rangsangan taktil (massase) uterus
untuk merangsang uterus berkontraksi dengan baik.
ü Evaluasi TFU. Biasanya dua jari di bawah
pusat.
ü Memperkirakan kehilangan darah secara
keseluruhan. Sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat. Cara tak
langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan
gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu pusing, pucat,
lemas dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun >10mmHg.
Penting untuk selalu memantau KU dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama
kala IV melalui tanda vital, jumlah drah yang keluar dan kontraksi uterus.
ü Pemeriksaan perineum, lihat adakah
perdarahan aktif dan nilai derajat laserasi.
ü Pemantauan keadaan umum ibu.
§ Memeriksa TD, nadi, suhu , tinggi fundus
dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kala IV.
§ Massase uterus setiap 15 menit selama satu
jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala IV.
§ Pantau temperatur ibu setiap jam dalam 2
jam pertama pasca persalinan.
§ Nilai perdarahan. Periksa perineum dan
vagina setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam
kedua kala IV.
§ Berikan petunjuk kepada ibu atau anggota
keluarga mengenai cara mengamati kontraksi dan tanda-tanda bahaya bagi ibu dan
neonatus.
§ Jangan gunakan gurita karena dapat
menghambat dalam menilai kontraksi.
2.3 Pemantauan Dan Peninjauan Kontraksi, Robekan Jalan Lahir Dan Perineum, Tanda Vital Dan Hyegiene
| Kontraksi
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan manejemen aktif
kala III (ketika PTT), sampai dengan sesaat setelah plasenta lahir. Pemantauan
kontraksi dilanjutkan selama satu jam berikutnya dalam kala 1V.
| Robekan
Jalan Lahir dan Perineum
Selama melakukan PTT ketika tidak ada
kontraksi, bidan melakukan pengkajian terhadap robekan jalan lahir dan
perineum. Pengkajian ini dilakukan seawal mungkin sehingga bidan segera
menentukan derajat robekan dan teknik jahitan yang tepat yang akan digunakan
sesuai kondisi pasien. Bidan memastikan apakah jumlah darah yang keluar adalah
akibat robekan jalan lahir atau karena pelepasan plasenta.
Lakukan pemeriksaan TD, nadi, suhu dan pernafasan setiap 15 menit selama
satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala IV. Jika tekanan
darah sistolik turun >10mmHg (curiga perdarahan), suhu meningkat (demam)
dll.
|
Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genitalia sangat penting
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka robekan jalan
lahir dan kemungkinan infeksi intrauterus. Pada kala III ini kondisi pasien
sangat kotor akibat pengeluaran air ketuban, darah, atau feses saat proses
kelahiran janin.
Selama plasenta lahir lengkap dan dipastikan tidak ada prndarahan, segera
keringkan bagian bawah pasien dari air ketuban dan darah. Pasang pengalas
bokong yang sekaligus berfungsi sebagai penampung darah (under pad). Jika
memang dipertimbangkan perlu untuk menampung darah yang keluar untuk
kepentingan perhitungan volume darah, maka pasang bengkok dibawah bokong
pasien.
Sinclair.2010.Buku Saku Kebidanan. Jakarta. Penerbit buku kedokteranEGC.
Yanti.2010.Buku ajar asuhan kebidanan persalinan. Yogyakrta.Pustaka rihama.
Affandi,
biran.2003. Asuhan persalinan normal dan inisiasi menyusui dini.
Jakarta.JNPK-KR
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Bagian obstetri
& ginekologi fakultas kedokteran UNPAD. 1983. Obstetri fisiologi. Bandung:
penerbit Eleman